BANDA ACEH – 5 November 2025.
Dugaan praktik nepotisme, penyalahgunaan wewenang, dan pemalsuan dokumen dalam rekrutmen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) di Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Simeulu memicu kecaman keras dari publik. Kaukus Peduli Aceh (KPA) mendesak BPS RI dan BKN turun tangan untuk melakukan audit investigatif menyeluruh.
Menurut hasil penelusuran KPA, pengangkatan Jaya Arjuna (JA) sebagai PPPK diduga cacat administrasi: yang bersangkutan bukan honorer aktif di BPS Simeulu dan hanya tercatat pernah menjadi mitra BPS Aceh Tenggara pada 2010. Selain itu, KPA menemukan indikasi hubungan keluarga langsung antara Kepala BPS Simeulu dan JA, yang semakin memperkuat dugaan benturan kepentingan.
“Secara administrasi ia tidak memenuhi syarat seleksi. Lebih mengkhawatirkan lagi, ada indikasi dokumen perpanjangan SK yang dipakai untuk memenuhi persyaratan itu adalah palsu.” — Muhammad Hasbar Kuba, Koordinator KPA.
KPA menegaskan, dugaan pemalsuan dokumen perpanjangan SK merupakan pelanggaran berat yang tidak bisa ditolerir. “Pemalsuan dokumen adalah tindak pidana. Siapa pun yang terbukti memalsukan akan menghadapi konsekuensi hukum,” kata Hasbar menambahkan.
Sebagai langkah tegas, KPA mendesak BPS RI , BKN dan aparat penegak hukum untuk:
1. Mencopot sementara Kepala BPS Simeulu guna memperlancar pemeriksaan;
2. Membatalkan pengangkatan Jaya Arjuna apabila dokumen dan proses terbukti cacat atau dipalsukan;
3. Menugaskan tim Inspektorat khusus melakukan audit lapangan terhadap seluruh tahapan rekrutmen PPPK di Aceh; dan
4. Melakukan pelaporan pidana bila bukti pemalsuan dokumen kuat, sehingga penyidik dapat menindak pelaku sesuai hukum yang berlaku.
Menanggapi desakan itu, perwakilan BPS Provinsi Aceh menyatakan akan menindaklanjuti laporan dan melakukan klarifikasi lapangan. “Kami akan memeriksa informasi yang disampaikan dan menindaklanjuti sesuai mekanisme internal,” ujar pejabat BPS Aceh singkat saat dikonfirmasi.
KPA menegaskan komitmennya untuk menyerahkan seluruh bukti administratif dan kesaksian lapangan kepada penyidik jika langkah korektif tidak cepat diambil. “Publik berhak atas rekrutmen yang bersih. Tidak ada toleransi bagi siapa pun yang mengubah atau memalsukan dokumen demi kepentingan keluarga atau kelompok,” tutup Hasbar Kuba.











